Wabi-Sabi : Menyorot Ketidaksempurnaan Dalam Kesempurnaan (Perfectly Imperfect)

 

Theartisan club Wabi-sabi
source : https://baudpostma.com/



Apa kesan pertama kalian ketika melihat gambar tersebut?

"Ih apaan tuh, kok fotonya burem,"

"Jelek, ah... gelap"

"Lilin doang difoto, nge-blur lagi. Yang jelas dong!"

Apakah kalian termasuk dari bagian yang berpikiran seperti itu?

Hm. 

Kalo iya, yuk kenalan sama Wabi-Sabi!

Ada yang udah tahu apa itu wabi-sabi
Atau mungkin belum pernah dengar tentang isitilah itu sama sekali? Gapapa, bakal dijelasin kok.

Awalnya bingung sih milih gambar yang tepat buat mewakili konsep wabi-sabi, karena emang luas banget penerapannya. Semoga, gambar yang disertakan pada artikel ini dapat mendukung penjelasan tentang wabi-sabi, ya... . Hehe.
Oke, secara gampangnya, gini... . Wabi-sabi itu filosofi yang mengangkat ketidaksempurnaan menjadi bagian dari sebuah kesempurnaan. Filosofi ini berasal dari Jepang, dan masih berkaitan sama Taoisme serta ajaran-ajaran bikshu Zen. Karena wabi-sabi lahir di Jepang, udah pasti konsepnya banyak ditemui pada ornamen-ornamen Jepang. Wabi-sabi dapat terlihat dari konsep upacara minum teh di Jepang,  atau pembuatan keramik Jepang yang bentuknya tidak teralu simetris, warna yang alami, dan gaya yang sederhana. 

Theartisan club Wabi-sabi
Contoh keramik dalam upacara minum teh Jepang
source : google.com



Contoh lain, banyak lukisan tradisional Jepang yang mengadopsi lukisan karya pelukis Cina yang terkenal dizamannya, yaitu Wan-jen hua. Wan-jen hua banyak melukis objek-objek sederhana seperti daun, pohon bambu, atau batu, lalu sisanya hanyalah ketiadaan atau ruang kosong. Konsep kesederhanaan dan ketidaksempurnaan inilah yang disukai orang Jepang.


Theartisan club Wabi-sabi
Contoh lukisan tradisional Jepang
source : google.com


Seperti yang ada di paragraf sebelumnya, wabi-sabi ini luas banget konsepnya, dan bisa diterapin di seni, di fotografi, desain interior, bahkan di kehidupan sehari-hari. Intinya, wabi-sabi menekankan rasa menghargai hal-hal yang memiliki ketidaksempurnan. Wabi-sabi mengajarkan bahwa dalam hidup tidak ada hal yang kekal, sempurna, dan selesai. Semua yang ada akan binasa juga, semua barang yang diciptakan dengan sempurna pun pada akhirnya akan rusak juga. Filosofi ini mengajarkan kita untuk menerima dan menghargai kekurangan pada setiap hal. Sebab, kekurangan atau ketidaksempurnaan juga merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kesempurnaan. Sesuatu yang sempurna tidak akan dikatakan sempurna jika tidak memiliki ketidaksempurnaan, ya karena tidak memiliki ketidaksempurnaan itulah maka dikatakan tidak sempurna. Jadi, hal yang memiliki ketidaksempurnaan justru menjadi sebuah kesempurnaan yang perlu dihargai dan diterima keberadaannya.

Sebuah meja kayu yang menjadi kusam, dipenuhi lumut dan jamur, dapat menjadi sempurna karena ketidaksempurnaannya. Dengan wabi-sabi kita dapat melihat keindahan dari ketidaksempurnaan meja tersebut akibat pengaruh usia. 

Theartisan club Wabi-sabi
Meja kayu yang mulai usang
source : google.com


Sebuah tembikar atau keramik yang bentuk awalnya sempurna, lama kelamaan akan retak dan rompal disalah satu sisinya. Dengan wabi-sabi kita justru dapat menilai keindahan dari sisi yang retak tersebut. Yang digaris bawahi justru kekurangannya sebagai sesuatu yang indah dan diterima, bukannya malah menutupi kekurangannya. 

Theartisan club Wabi-sabi
Keramik yang rompal
source : google.com

Hal-hal tersebut memang tidak seindah seperti sebelumnya, tetapi bukan berarti hal itu menjadi sesuatu yang tidak indah. 

Wabi-sabi menekankan pada keindahan yang tak terlihat, oleh karena itu karya seni Jepang banyak yang gayanya sederhana namun tetap memikat. Keindahannya itu justru perlu dirasakan dan ditelaah lebih jauh lagi dengan sisi-sisi lain, tak hanya hal-hal yang secara gamblang dapat jelas terlihat, tapi juga pada hal-hal yang minor.

Contoh lain, sebuah rumah yang menerapkan wabi-sabi adalah temboknya dibiarkan tidak dicat, atau sengaja menampilkan aksen polesan semennya. Hal laiin seperti menaruh ornamen batu diatas meja, menaruh botol kosong diatas tumpukkan buku, dan lain sebagainya. Semuanya dapat tetap harmonis dan memiliki keindahan sendiri karena ketidaksempurnaan penempatannya, tetapi bukan berarti rumah kita dibiarkan berantakkan loh ya, hehe ini sih namanya salah memahami.

Kalo wabi-sabi diterapkan di kehidupan sehari-hari, ya lebih kepada rasa untuk berdamai dengan kekurangan diri sendiri, atau pasangan--kalo punya. Biarlah kekurangan tersebut menjadi pelengkap dari kelebihan yang dimiliki. Keindahan itu relatif, ada yang memandang si A memiliki kekurangn di satu sisi, ada yang memandang si A memiliki kekurangan di dua sisi. Jadi, yaa tidak ada yang sempurna. Ketidaksempurnaan merupakan keniscayaan yang dimiliki setiap orang. Kita harus ikhlas dan menerima hal yang pernah terjadi dalam hidup kita, tidak peduli apakah itu adalah hal yang pernah membuat kita 'rusak' atau tidak.

We are not living in a fairytale. Hidup ini bukan dongeng. Realistis aja, gak semuanya berakhir happy ending, atau berjalan sesuai seperti yang kita harapkan. Jadikan semua kekurangan yang ada dalam dirimu menjadi sesuatu yang membuatmu indah dengan caramu. Jadikan kekurangan yang terjadi dalam hidupmu, menjadi suatu pelajaran bernilai yang dapat diceritakan keindahannya kelak. 

Nah, udah panjang-panjang gini masih belum dapet juga hubungannya sama foto blur yang ada diawal tadi?

Gini, kalau kita mau lihat kekurangan yang ada pada foto tersebut, udah pasti banyak. Misalnya, fotonya redup, objeknya gak jelas, ada yang blur, terlalu banyak grain, color&temperature di foto tersebut juga terlalu dingin, hue/saturation-nya masih perlu diedit, fotonya terlalu hijau, warnanya kurang bervariasi, highlight tint-nya perlu diedit, dan lain sebagainya yang cuma dimengerti oleh kawan-kawan pecinta editing. Tapi coba deh, kalian amati lagi foto yang memiliki kekurangan tersebut. sang fotografer pasti ingin menciptakan vibe, atau menyalurkan emotion melalui foto tersebut. Justru, kita dapat menilai emotion dari foto yang tidak sempurna tersebut berdasarkan kacamata kita masing-masing. Kita bisa menilai foto tersebut menggambarkan suasana pilu, tenang, hangat, dingin, kesunyian, ketenangan, sepi, dan lain-lain sesuai suasana hati kita. Kalau kita sedang sedih maka foto tersebut dapat mendukung suasana yang sedang kita rasakan, begitupula saat kita sedang butuh waktu sendiri maka foto tersebut dapat mendukung kesunyian yang kita idamkan. Mungkin, sang fotografer fokus pada objek jendela dan mengaburkan objek lilin, karena ada suatu pesan dan suasana yang ingin disampaikan melalui foto tersebut. 

Ada banyak contoh fotografer, selain Baud Postma yang menerapkan ketidaksempurnaan pada setiap karyanya, seperti Nan Goldin, Todd Hido, dan Hiroshi Sugimoto. Hanya melalui sebuah foto yang memiliki banyak kekurangan, kita dapat menginterpretasikan bermacam nilai yang memiliki keindahan untuk dinikmati. Sama seperti wabi-sabi, keindahan dalam fotografi tidak hanya diukur dari objek yang jelas, atau warna yang kaya, tetapi keindahan juga berasal dari kekurangannya. Kekurangan tersebut tidak lagi menjadi sesuatu yang ditutupi, tetapi justru disorot dan menjadi highlight yang membuat suatu hal menjadi lebih indah.

Semoga, dari membaca artikel ini kalian dapat lebih menghargai ketidaksempurnaan pada setiap hal, dan lebih berusaha menerima bahwa ketidaksempurnaan dapat menjadi bagian tak terpisahkan dari sebuah kesempurnaan.

written and posted by sy_syifa

Komentar

Top Articles